HITAM AWAN KELABU.


Sambil dengerin ini yaa: https://open.spotify.com/playlist/1FhKKjpfjPMvsEog6XmioN?si=e1b5492e246247d3


Suara baritone itu mampu mengusik kegiatannya dalam memandang dan merekam akan keindahan malam hari ini yang telah dielu-elukan dalam hatinya. Mobil yang ditumpanginya telah berhenti dan terparkir pada suatu tempat yang telah dijanjikan lelaki itu sebelum mengantarkannya pulang. Grace menukikkan alisnya ketika netranya memandang objek di depannya yang hanya dipenuhi oleh pepohonan yang rindang. Bahkan, Grace tidak bisa melihat objek lain selain pohon-pohon itu.

“Kamu mau ngajak aku buat liat dan identifikasi pohon-pohon kah?” tunjuk Grace tanpa mengalihkan pandangan pada seseorang di sebelahnya.

Jagat merespon pertanyaan Grace dengan kekehan kecil. Dia mulai menarik rem mobilnya dan menekan salah satu tombol yang kemudian sebuah suara mulai terdengar dari arah belakangnya.

“Ikutin aku, ya, bawa arum manisnya.”

Sebelum meninggalkan kemudinya, Jagat memutarkan sebuah playlist musik secara sembarang terlebih dahulu untuk menemani kegiatannya malam ini. Setelah semuanya sudah siap, kemudian pintu mobil itu dia buka dan mengayunkan tungkainya untuk keluar dari kendaraan roda empatnya. Grace masih dipenuhi oleh tanda tanya namun dia pun segera mengikuti apa yang dilakukan lelaki itu, tak lupa meraih makanan arum manis yang telah dibelinya di tempat pasar malam sebelumnya.

“Sini duduk.” Jagat menepuk tempat kosong di sebelahnya yang sudah dia rapikan agar perempuan itu bisa duduk dengan nyaman.

Grace pun hanya mengangguk dan mengikuti perintahan itu untuk duduk di sebelah kekasihnya. Matanya refleks melebar saat melihat pemandangan indah tanah Pasundan tepat berada di depannya. Mulutnya membulat buat Jagat yang melihatnya otomatis mengulurkan tangan untuk mengusak rambut hitam lebat perempuan yang masih membeku; merasa takjub akan keindahan malam hari ini di ketinggian 700 mdpl.

“Aku kira kamu ngajak buat belajar tentang pohon-pohon yang ada di sini.”

Ucapan itu sukses menghantarkan getaran kecil pada tubuh Jagat. “Nggaklah, ngaco.”

“Kan kirain.” Grace memperlihatkan deretan giginya sembari menggaruk asal pelipisnya. “Ngomong-ngomong, kamu kenapa ngajak aku ke sini?” tanya Grace, menatap lelaki di sampingnya. Hingga detik kesepuluh lelaki itu tak kunjung menjawab pertanyaannya membuat Grace mendecak kesal.

Merasa tak diacuhkan, maka dia pun berinisiatif untuk membuka camilan yang masih berada di genggamannya. Grace perlahan menjumput sedikit demi sedikit camilan yang memiliki citra rasa manis itu untuk segera dimasukan ke dalam mulutnya.

Sadar akan sepasang mata yang sedang memperhatikan gerak-geriknya, lantas dia segera menoleh dan menyodorkan camilan ke arah lelaki itu. Namun hanya sebuah gelengan yang dia terima. Grace sendiri tak mau ambil pusing setelah lelaki itu menolak tawaran darinya. Dia pun mengulangi kegiatan yang sama untuk menjumput arum manis itu untuk dia makan. Namun alih-alih hinggap dalam mulutnya dan melebur, arum manis itu telah berpindah tangan pada lelaki yang sebelumnya menolak makanan itu dengan cuma-cuma.

“Katanya nggak mau!”

“Nggak mau kalau ambil sendiri, maunya diambilin.” Setelah ucapan itu selesai dia tuturkan, arum manis yang berada di tangannya segera dia masukkan dalam mulutnya. Rasa manis pertama kali dia rasakan yang kemudian mulai melebur dalam mulut dan mengaliri tenggorokannya dengan lihai.

“Manja,” ketus Grace yang dibalas juluran lidah oleh sang empu. “Biarin.”

“Mau lagi nggak?” Grace menyerahkan sejumput arum manis itu persis di depan mulut Jagat, akan tetapi dibalas gelengan oleh lelaki itu. “Nggak, buat kamu aja.”

“Aku nggak bakalan nawarin buat kedua kalinya, nih.”

Grace berancang-ancang mengeluarkan kata-kata ancamannya karena dia tidak mau apabila lelaki itu kembali mengusiknya saat menikmati sebuah jajanan yang disukainya.

“Enggak, sayang. Abisin aja, buat kamu semuanya.”

Grace mengangguk paham dan mulai kembali menikmati camilan itu yang sempat terhenti. Jagat yang memandang itu hanya dapat menggelengkan kepalanya ketika rambut milik perempuan itu acapkali ikut termakan.

“Makasih!” Jagat tersenyum kala perempuan itu merapalkan kata terima kasihnya atas bantuan darinya untuk menyelipkan rambut Grace ke belakang telinganya, agar lebih memudahkan perempuan itu dalam menikmati jajanannya.

“Sepuluh Januari yang lalu aku nggak pernah ngerasa nyesel karena udah telat masuk sekolah dan ikut ide konyol Harri buat lewat gerbang depan.”

Guratan-guratan halus mulai terlihat pada dahi Grace. Dia kebingungan mendengar lelaki itu secara tiba-tiba menceritakan pengalaman pada dirinya. Masih dengan mulut yang sibuk mengunyah arum manis, Grace menolehkan wajahnya ke lelaki itu dan menaruh atensinya secara penuh. Sedangkan sang empu memandang objek di depannya tanpa ada melibatkan sebuah kedipan.

“Terus, terus!”

“Aku minta bantuan Rakha sama Jaya buat bawain tas yang kita berdua lemparin lewat kantin Ibu Lilis, abis itu kita jalan lewat gerbang pura-pura abis fotokopi tugas.” Jagat mulai mengedipkan matanya perlahan karena merasa matanya sudah tak kuasa menahan rasa perih akibat terpaan angin di sekitarnya. “Abis itu kita bawa tas ke ruang OSIS karena Rakha taro di sana. Waktu perjalanan aku nggak sengaja nemu sosok perempuan yang entah mengapa terasa sangat menarik di mataku.” Dia terkekeh pelan tatkala sebuah potongan-potongan kejadian itu mulai mendatangi ingatannya kembali.

Grace tidak ingin memotong cerita yang sedang disenandungkan kekasihnya, sehingga dia hanya bisa bergeming sembari membuka lebar-lebar telinganya untuk mendengarkan setiap kata-kata yang diucapkan Jagat.

“Dari situ aku mulai cari tau dia siapa, awalnya mau nyerah karena setelah itu aku nggak bisa nemuin dia lagi. Tapi, takdir seakan ngasih kesempatan buat cari tau tentang dia. Karena setelah itu aku berhasil ketemu dan tau namanya setelah menyerahkan formulir ekstrakurikuler fotografi.” Jagat menolehkan wajahnya dan memberikan sorot mata yang dalam bagi Grace yang melihatnya. “Namanya Grace Mega Safeera, dia seorang sekretaris fotografi. Ekstrakurikuler yang aku ikutin setelah satu semester lamanya aku buat mempertimbangkan antara gabung dan nggak.”

Awalnya Grace sedikit terkejut saat menyadari bahwa lelaki di sampingnya tak lain sedang menceritakan awal mula bisa bertemu dengannya. Padahal sebelumnya Grace mengira lelaki itu sedang menceritakan perempuan lain.

“Aku merasa beruntung dipertemukan sosok perempuan perhatian, penyayang, lemah lembut kayak kamu.” Jagat menengadahkan tangan kirinya di depan wajah Grace, yang kemudian tak lama Grace segera menautkan tangan miliknya dengan milik Jagat.”

“Mega, setiap kali aku berdua sama kamu jantung aku nggak pernah nggak berdetak dengan normal. Bahkan hanya dengan liat kamu aja mampu menaklukan detak jantungku.” Jagat membawa kedua tangan yang sedang saling menggenggam itu ke depan dadanya. Tiap detakan jantung yang kian dirasakan Grace cukup membuat rasa panas yang menjalar di kedua pipinya.

“Aneh, ya. Padahal udah hampir tujuh bulan lamanya kita bersama, tapi detak jantung ini nggak pernah merasa bosan buat berpacu cepat waktu berada di sisi kamu.”

Jagat mulai melonggarkan tautan mereka lalu perlahan terlepas. Tersangka kini telah berdiri menjadikan kedua tungkainya sebagai tumpuan dalam berpijak.

“Sebentar, aku ada sesuatu,” pamit Jagat. Grace sendiri tidak mengetahui ke arah mana lelaki itu berjalan. Tak lama Jagat kembali dan mendudukan pada posisi semula. Dia kembali dengan sebuah benda yang berada di kedua tangannya.

“Kita liat bintang dan bulan pakai teropong ini.” Jagat menyerahkan satu buah benda itu dan segera Grace raih karena dia pun sangat menginginkan untuk melihat benda-benda itu dengan jelas menggunakan matanya sendiri.

Melihat rasa antusias yang diberikan perempuan itu setelah menikmati kegiatan meneropong bintang-bintang di langit malam, membuat Jagat segera menyusulnya.

“Yang itu bintangnya cantik banget mana paling terang di antara semua bintang!”

Itu menjadi satu kalimat pertama yang Grace ucapkan seusai meneropong langit malam dan memperhatikan setiap inci bintang-bintang di langit. Telunjuknya masih sibuk menunjuk pada bintang yang dimaksud dengan harapan bahwa Jagat akan ikut menyetujui dengan ucapannya.

Alih-alih menyetujui Jagat malah menggelengkan kepalanya, tidak setuju dengan sebuah tuturan yang diucapkan kekasihnya.

“Nggak, ada yang lebih terang kalau kamu jeli.”

“Yang mana emang versimu?” tanya Grace penuh penasaran, masih dengan matanya yang sibuk menatap langit sembari menyipitkan matanya.

Jagat tersenyum simpul. “Kamu.”

“Hah?” balas Grace penuh tanda tanya yang menyertai dirinya.

“Kamu bintang paling terang di mataku.”

“Tapi aku Awan bukan Bintang.”

“Di mataku kamu Awan yang indah dan Bintang paling bersinar.”

Seketika Grace membisu, tak mampu menimpali ucapan itu sebab kini gilirannya untuk merasakan degup jantung yang mulai berdetak dengan cepat selepas telinganya dengan jelas mendengar sebuah gombalan itu. Sedangkan sang empu hanya tertawa, menikmati kegiatan dirinya yang perlahan membisu.

Kamu ganteng banget.

Makasih udah mau bertahan samaku, ya.

Aku sayang kamu, Jagat.

Runtutan kalimat itu Grace ucapkan dalam hatinya, sebab mulutnya masih kesulitkan untuk sekadar mengucapkan sepatah kata. Bahkan apabila mulutnya tidak sedang kesusahan pun dia akan tetap memilih jalan yang sama yaitu mengucapkan dalam hatinya. Dia cukup malu untuk mengatakannya secara terang-terangan.

“Gini, ya, rasanya.”

Kata-kata yang terucap dari bibir Grace berhasil membuat Jagat menolehkan wajahnya dengan penuh tanda tanya. Bukan hanya Jagat, Grace pun terkejut setelah menyadari ucapannya bisa dia ucapkan dengan normal kembali.

“Rasanya apa?”

“Setiap kali panggil kamu sayang, perutku mules sendiri, terus abis itu jadi aneh perutnya.”

Jagat tertawa ketika kejadian yang sedang dialami Grace persis seperti dirinya dulu saat bibir manisnya tak sengaja melontarkan sebuah panggilan yang tak biasa dia ucapkan.

“Sering dilatih aja, coba.”

Seperti sedang ditantang, dia pun mulai berancang-ancang untuk mengatakan sebuah kata yang selalu membuat dirinya salah tingkah setelah mengatakannya.

“Sayang, sayang, sayang, sayang!”

“Ih, perutku makin mules!” lanjut Grace sembari memegang perutnya yang terasa sangat aneh. Aneh karena ini bukan seperti rasa mules yang biasanya dia rasakan.

Lagi-lagi Jagat melantunkan tawanya, dia menarik pelan pipi kekasihnya itu akibat rasa gemas yang tak bisa lagi dia tahan sekuat tenaga sendirian.

“Nggak usah dipaksa kalau gitu.”

“Nggak apa-apa kalau aku panggil kamu Agat aja? Itu panggilan khusus dari aku untuk kamu, kok. Panggilan sayang dariku, jangan ada yang manggil kamu dengan sebutan itu selain aku!”

“Iya, Meggie. Kamu nggak akan manggil aku Jagatie aja?”

“Nggak mau ah jelek.”

Hanya dengan satu kata mampu membuat gelak tawa keduanya melayang membuat suasana kian hangat di antaranya.

Perlahan orang-orang di sekitarnya mulai berduyun-duyun untuk meninggalkan tempatnya ini dan menyisakan dua kendaraan roda empatnya yang masih terparkir. Kendaraan miliknya dengan kendaraan milik seseorang di arah utara yang jaraknya mulai terpaut beberapa meter dari tempatnya berada—di arah timur.

“Mega.”

Keheningan yang berada di situasinya saat ini membuat Grace mampu mendengar panggilan dari Jagat dengan jelas. Grace menolehkan wajahnya dan menatap kedua bola mata Jagat dengan lamat. Dia memiringkan kepalanya untuk memberikan sebuah respons dari panggilan yang tak kunjung dilanjutkan alasan sang empu memanggil namanya.

Jagat menghela napasnya pelan, dia membawa jemarinya untuk merapikan rambut Grace yang berantakan akibat tertiup angin malam. Kemudian laki-laki itu tersenyum sembari mengusap punggung tangan Grace.

Jij bent mooi.

Seakan paham dengan raut wajah itu Jagat kembali melanjutkan ucapannya. “Kamu cantik, Mega.”

Grace tersenyum dan mengulurkan tangan kanannya untuk mengelus surai lelaki di hadapannya. “Jangan ada yang ngelus rambut kamu kayak aku ngelus rambut kamu, ya. Jangan ada juga yang berani rapiin rambut kamu, terkecuali Ayah dan Bunda.”

“Iya, sayang.”

“Jagat.”

“Iya?”

“Aku sayang kamu.”

Berbeda dengan sebelumnya acapkali dia mengatakan sebuah kata yang mampu membuat perasaannya tak karuan, kini setelah ucapan itu berhasil dia lontarkan ada perasaan lega menjelajahi dirinya.

Jagat mengulas senyumnya dan mengangguk seraya paham dengan tuturan itu. Tanpa harus dia deklarasikan pun Jagat sangat paham bahwa mereka berdua memiliki perasaan yang sama.

“Aku, tau. Aku juga sayang sama kamu. Perjalanan kita masih panjang. Kita berjuang sama-sama, ya?”

Bahkan tanpa harus dijawab pun Jagat sudah tahu dengan jawaban darinya. Jawabannya iya, akan selalu iya. Grace meraih tengkuk Jagat dan membawanya untuk mendekati kepala miliknya. Grace menempelkan kening miliknya dengan kening milik Jagat. Hanya ada deru napas tenang yang mengalun di antaranya.

“Aku izin peluk, ya.”

Jagat langsung merengkuh tubuh Grace dalam dekapannya. Dia mengistirahatkan dagunya di bahu sang kekasih dengan memejamkan matanya sejenak. Seperti alunan musiknya saat ini yang sedang memainkan sebuah lagu yang telah menjadi saksi biru dan saksi pertamanya atas keberanian dia untuk mendekati perempuan itu secara terang-terangan.

Di bawah langit malam dengan pancaran sinar bulan dan ditemani jutaan bintang di sana telah menjadi saksi bahwa kedua insan itu saling mencintai satu sama lain. Perasaan itu tidak akan pernah berubah. Bahkan, setiap harinya perasaan itu kian bertambah.

Jika harus mendeklarasikan secara hiperbola mungkin perasaan cintanya untuk perempuan itu akan sama dengan banyaknya jutaan bintang di langit. Kemarin, hari ini, besok, dan hari-hari yang akan datang dia akan selalu bangga untuk menceritakan tentang perempuan itu kepada orang-orang di sekitarnya, dia akan bangga memberitahu bahwa perempuan itu sangat disayanginya setelah Bunda Tika, Oma Daliani, dan Ibu Laras; Grace. Mereka sama berharganya bagi Jagat. Perempuan-perempuan hebat yang sudah memberikan kasih sayangnya tanpa dimintanya.

And I will love you, baby, always. And I'll be there forever and a day, always. I'll be there 'til the stars don't shine.

Always.

Always.

Karena kemana pun Awan bergerak akan selalu ada Bumi yang menemani. Kemana pun Grace melangkah akan selalu ada Jagat yang mengikutinya, sejauh apapun itu.

Kisah Jagat dan Mega resmi, selesai.


Jij Bent Mooi Universe.

by NAAMER1CAN0