KESEMPATAN YANG TAK AKAN TERULANG


Gemercik suara hujan terdengar samar lantaran kedua insan yang berada di dalam mobil dengan tak tahu diri memutarkan sebuah musik begitu keras. Mereka berdua sesekali bersenandung mengikuti alunan musik begitu menenangkan. Padatnya jalanan di antaranya membuat keduanya makin nyaman berada di dalam mobil.

Seorang lelaki berzodiak gemini tak henti menyuarakan isi hatinya, sedang lelaki di sampingnya hanya terdiam sembari mencerna tiap-tiap runtutan kata yang dilontarkan sang empu.

“Pokoknya maneh nanti jangan senyum-senyum waktu aing ribut sama si Fara, jangan tatap aing sama si Fara curiga, jangan merhatiin aing sama si Fara!”

Demi apapun tanpa harus diberitahu pun Jagat tentu tidak akan melakukan semua ucapan yang dilontarkan oleh lelaki di sebelahnya.

“Iya, Harri. Kamu udah ngasih tau saya tiga kali, bahkan saya masih inget semua larangan kamu itu.”

Jagat memutar bola matanya malas. Tangan kanannya memijat pelan pelipis kepalanya yang berdenyut, sedang tangan kirinya ia istirahatkan di atas kemudinya.

“Lagi pula *maneh+ kenapa sih harus traktir kita di rumahnya si Grace? Terus ngajak si Fara?”

Tangan Jagat bergerak untuk mengecilkan alunan musik yang cukup mengganggu pelafalan lelaki itu. “Dia katanya mau buatin kalian kue, jadi sekalian aja. Nanti kalau misalnya kamu nggak cocok sama kuenya tolong filter ucapan kamu sedikit, ya, Ri,” timpal Jagat, masih dengan tatapan fokus pada jalanan di depannya.

Ingatan Harri kembali pada kebodohannya yang kerap tak dapat mengontrol setiap ucapan yang keluar dari birainya. Oleh sebab itu, lelaki di sampingnya mewanti-wanti dirinya untuk dapat mengendalikan tiap-tiap kata yang akan diucapkannya.

Kendaraan roda empat milik Jagat kini telah terparkir sempurna pada sebuah halaman rumah yang cukup luas. Harri berjalan menuju pintu mobil belakang. Ia perlahan membuka pintu tersebut lalu membawa beberapa kantong plastik berisikan makanan.

“Gat, sisanya maneh yang bawa, ya!” Jagat menganggukkan kepalanya kala mendengar sebuah titahan yang terucap dari mulut Harri.

Harri melangkahkan kedua tungkainya untuk menyambangi sebuah ruangan yang sudah dipenuhi oleh teman-temannya. Mereka seketika terdiam kala melihat kedatangan Harri secara tiba-tiba. Gelak tawa yang sebelumnya mengudara kini sudah lenyap dan menyisakan keheningan di antaranya.

Yolan segera bangkit dari tempat duduknya untuk menghampiri Harri dan membantunya. “Anjir, ini mah beneran si kami pesta dimsum!” rancau Yolan sembari menerima beberapa kantong plastik yang telah diserahkan Harri kepadanya.

“Bukan cuman dimsum, Mang Yols! Tapi ada pizza sama chicken, agaknya si Galer udah stress!” ucap Harri menunjuk ke arah belakang yang mulai menampilkan seseorang dengan kedua tangan dipenuhi makanan.

Aksara, Fara, Jaya, dan Rakha tercengang kala dapati berbagai makanan yang sudah menghiasi mejanya. Padahal sebelumnya meja itu hanya berisikan gelas kosong, namun kini telah terisi dengan penuh.

“Grace mana?” tanya Jagat yang dijawab dengan jari telunjuk mengarahkan ke arah dapur oleh Aksara. Lantas Jagat mulai menyambangi ruangan itu dan meninggalkan teman-temannya yang masih menatap takjub makanan di hadapannya.

Harri berdeham pelan saat maniknya tak sengaja melihat Fara sedang asyik bercengkerama dengan lelaki di sebelahnya. Naasnya tatapan itu tak digubris oleh seseorang di seberang sana.

“Eh, Hag tadi ada cewek yang minta nomor HP maneh,” ucap Jaya secara tiba-tiba mampu menghentikan Harri dalam memainkan ponselnya. Pun menghentikan seseorang yang sebelumnya masih asyik berbincang.

Saha?” sahut Harri nampak tak tertarik dengan ucapan Jaya.

saha = siapa.

“Tagel.”

“Anjing eta nu gelo di deket imah sia teu sih, Jay?” sahut Rakha yang kemudian dibalas anggukkan oleh Jaya.

Itu orang gila yang deket rumah lu bukan sih, Jay?

“ANJING SI TATA GELO?!”

Gelak tawa mulai menghangatkan suasana sunyi di antara mereka. Yolan yang tak dapat menahan tawanya mulai terjatuh ke lantai kemudian selang beberapa detik diikuti oleh Aksara. Fara yang tak mengerti pun ikut tertawa karena melihat reaksi lelaki itu begitu lucu di matanya.

“Anjir itu teh masih suka mintain nomor HP orang-orang, Jay?” tanya Aksara yang masih bersemayam di atas lantai dengan Yolan di sampingnya.

“Masih.”

“Monyet, Aksa, sakit!” Yolan meringis tatkala ia mendapatkan sebuah tepukan keras pada punggungnya. Ia segera mengusap bekas tepukan itu untuk meredakan rasa sakitnya.

“Dulu mah bawa-bawa batu terus sekarang mah diganti HP mainan da takut anying meresahkan warga komplek aing.”

Rakha baru saja akan membuka mulutnya untuk menimpali ucapan Jaya, tetapi seorang perempuan di sana lebih dulu berseru hingga membuat dirinya dengan terpaksa mengurungkan niat tersebut.

“Yeay!” seru Fara mengalihkan obrolan kelima temannya dan segera mengikuti tatapan perempuan itu.

Rakha segera merapikan meja yang sebelumnya masih berantakan akibat makanan yang disimpan dengan asal. Harum kue yang masih panas pun berduyun-duyun tanpa permisi memasuki indra penciuman mereka. Bahkan hanya dilihat dari bentuknya saja mereka bisa pastikan kue-kue tersebut sangat lezat.

“Grace sumpah aing bilangnya suruh si Jagat beli dimsum aja, tapi dia malah beli sebanyak itu!” tutur Harri kala melihat tatapan bingung dari pancaran mata Grace melihat meja ruang tamunya yang telah dipenuhi berbagai makanan.

Jagat yang ditatap secara tiba-tiba oleh perempuan di sebelahnya hanya memperlihatkan deretan giginya tanpa berniat menjelaskan apapun.

Mendengar helaan napas dari Grace buat nyali Jagat seketika menciut. “Bakal habis, kok, kamu tenang aja.”

Aing nggak yakin bakalan abis, sih.” Ucapan dari Jaya dihadiahi tepukan cukup keras pada bahu kirinya. “Sakit, anjing, Gat!” Sang empu yang tak tahu diri memukul bahunya hanya membalas dengan tatapan sengitnya.


Mereka berenam mulai memilah tiap makanan berada di depannya untuk segera dimasukkan ke dalam mulutnya. Mata Harri memincing kala melihat sumpit perempuan di seberangnya akan berancang-ancang memilih makanan tersebut. Dengan cepat Harri segera membawa ke arahnya.

“Ih! Aing mau makan itu!” ketus Fara tak terima makanan yang sudah ia cita-citakan itu harus berpindah tangan pada sang empu.

Aing mau makan dimsum udang ini!” sahut Harri tak kalah tinggi dengan nada suara itu sebelumnya. Lantas Fara segera terdiam dan mempersilakan lelaki itu untuk menyantapnya secara sukacita.

“Nih, punya si aku aja. Ini juga udang, Fa.” Yolan menyerahkan satu kotak dimsum ke arah perempuan itu. Alih-alih menerimanya Fara malah menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk menolak tawaran dari Yolan.

“Nggak jadi, ah. Aing mau dimsum ayam aja,” ucap Fara sembari meraih satu dimsum di depannya dan segera melahapnya dengan riang.

Nuhun.” Jaya yang merasa terganggu dengan satu kotak dimsum di depan matanya itu langsung segera meraihnya dan mulai menyicipi makanan tersebut. Beruntungnya Yolan tak mempermasalahkan hal itu dan mempersilakan Jaya untuk menghabiskannya.

Nuhun = Makasih.

Mungkin sebagian orang akan berpikir Harri rakus. Kendatinya siapa yang akan menyangka bahwa perlakuan Harri itu secara tidak langsung telah menyelamatkan dirinya.

Hingga pada akhirnya setiap Fara akan menyantap dimsum di depannya, ia akan mencuri pandang sekilas ke arah lelaki di ujung sana. Fara akan menyantap makanan yang dihadiahi sebuah anggukkan pelan dari kekasihnya. Untung saja fokus mereka semua terhanyut oleh hidangan di depannya hingga tak begitu memedulikan sekelilingnya, pun memedulikan gerak-gerik padanya.

“Ada yang mau kulit?” tawar Jagat, menunjuk sebuah kulit berada di atas piringnya.

Aing!”

Aing mau, Jag!”

Mereka berdua berlari menghampiri ke arah tempat Jagat berada. Tangan Fara lebih dulu meraih kulit tersebut, namun secara tiba-tiba sebuah tangan lebar tengah menggenggam erat tangannya dari atas.

Aing duluan yang dapet!” Fara tak terima ketika tangan tersebut tak ayal adalah tangan Harri, kekasihnya sendiri.

“Tapi aing duluan yang bilang mau!”

“Bodo amat! Soalnya yang duluan ambil itu aing bukan maneh!”

Pertengkaran itu dianggap bagai angin lalu oleh beberapa pasang mata yang masih asyik menikmati makanannya. Namun tentu tidak dengan Jagat yang kini hanya bisa menghela napasnya dengan gusar.

“Fara, kamu makan kulit ayam aku aja. Aku kebetulan lagi nggak mau kulit ayam!”

Fara menggeleng. Ia menolak mentah-mentah tawaran dari Grace. Fara tahu bahwa Grace pun menyukai kulit ayam seperti dirinya, jadi ia tidak akan mengiakan tawaran tersebut.

“Anjing!” Harri refleks melepaskan tangannya kala sebuah gigitan keras ia rasakan pada kulitnya. “Sia jorok anjir, ih!” Harri meraih satu lembar tisu lalu segera ia usapkan pada punggung tangannya yang memperlihatkan jelas bekas gigitan sang puan.

Seolah sedang menulikan telinganya, Fara tak menggubris ucapan itu. Ia kini dengan lahap mengunyah kulit ayam yang mati-matian telah dipertahankannya.

“Ya udah, Ri, nggak apa-apa. Kan masih banyak ayam yang lain.”

“Nggak mau, aing udah nggak mood!” ketus Harri sembari melengos pergi dari hadapan Jagat dan Fara untuk kembali ke tempat duduknya berada.

Jagat tak habis pikir dengan kedua sejoli itu yang nampaknya seperti seorang rival. Namun siapa sangka bahwa sebenarnya kedua orang tersebut adalah sepasang kekasih.


“Mau aing anterin nggak, Fa?” tawar Aksara basa-basi.

Fara menggeleng. “Nggak usah, Sa.” Tangannya mulai meraih benda persegi panjang dalam saku celananya. “Aing naik ojek online aja.” Fara mengangkat ponselnya untuk memperlihatkan sebuah aplikasi hijau agar temannya itu tak perlu repot-repot mengantarkannya sampai rumah.

“Bareng saya aja sama Harri, kebetulan saya bawa mobil.”

“Nggak, deh, kasian maneh harus muter,” tolak Fara sengaja meskipun ia sudah mengetahui tatapan yang diperlihatkan Jagat seolah sedang menyimpan sebuah isyarat untuknya.

Jagat menggeleng, tak merasa keberatan walaupun ia perlu lebih lama waktu untuk sampai pada kediamannya. “Nggak apa-apa, santai. Nanti saya anterin kamu dulu baru anterin Harri.”

“Ya udah, deh, boleh kalau maneh maksa.”

Lambaian dari sang pemilik rumah pun suara klakson yang secara sengaja mereka bunyikan lantang menjadi interaksi terakhir.

Jagat dengan sengaja memutar sebuah musik secara acak untuk mencairkan suasana di antaranya. Terlebih kala ingatannya kembali pada kejadian dua sejoli itu saling berebut kulit ayam yang ditawarinya.

“Tangan maneh sakit nggak?”

Ucapan retoris yang sebenarnya tak perlu dijawab pun sang puan sudah tahu jawabannya. Bekas gigitan merah masih tercetak pada punggung lengan kekasihnya memperlihatkan bahwa gigitan darinya tak bisa terbilang main-main.

“Sakit anjir, Yang! Maneh kebiasaan, deh, kalau gigit suka pake tenaga dalem!”

Jagat sedari tadi hanya diam. Meskipun terkadang jutaan kupu-kupu terbang di perutnya kala lelaki di sebelahnya dengan lantang mengucapkan sebuah kata yang masih terasa asing di telinganya.

BTW, badan maneh gatel-gatel nggak, Yang? Maneh kan punya alergi udang, takut secara nggak sadar tadi maneh makan dimsum udangnya.”

Fara menggeleng, meskipun gelengan darinya tak dapat dilihat oleh orang tersebut. “Nggak.”

“Nanti kalau misalnya tiba-tiba ngerasa gatel kabarin aku.”

Fara mengangguk, memahami intrupsi dari kekasihnya. Sejatinya ia tak pernah mengatakan bahwa ia memiliki alergi udang. Maka dari itu, ketika mereka makan dimsum tak ada yang menyadari kecuali kekasihnya sendiri. Beruntungnya Fara mendapatkan seorang kekasih yang cepat tanggap segala tentang mengenai dirinya.

“Kamu mau ke mana?” tanya Jagat melihat gerak-gerik lelaki di sampingnya yang akan berancang-ancang beranjak ke kursi belakang.

Aing mau pindah ke kursi belakang sama pacar aing!”

“Diem di situ, brengsek. Saya bukan supir kalian.”

Jagat menarik belakang kerah pakaian Harri menggunakan tangan kiri yang terbebas dari kemudinya. Harri meringis pelan kala pantatnya secara tiba-tiba terbentur dengan kursi yang sebelumnya ia duduki. Beruntungnya kursi tersebut empuk sehingga ia tak perlu susah payah merasakan sakitnya.

Harri berdecih dan menepis lengan temannya yang masih setia mencengkeram kerah pakaiannya.

Sedang seseorang di belakang hanya bisa mengulum senyumnya. Meskipun hubungannya secara satu per satu mulai diketahui oleh teman dari kekasihnya, namun mereka tak pernah mengikut campuri hubungannya. Justru mereka acapkali membantunya walau Fara dan Harri tak pernah memintanya.


Kolase Asmara Universe.

by NAAMER1CAN0.