KHAWATIR.


Grace, itu di area tribun ada Jagat. Tadi aku nggak sengaja lewat.”

Grace yang sedang merebahkan kepalanya di atas meja pun sontak langsung terbangun.

Matanya melebar dengan antusias ketika mengetahui seseorang yang sedang dicarinya sudah menampakkan batang hidungnya.

“Beneran?”

Fara mengangguk, menarik satu bangku di depannya lalu mendudukan diri. “Iya, beneran. Sendirian tadi dia di sana.”

Jajanan yang telah dibeli Fara kini mulai dibuka satu persatu. Grace menggeleng saat Fara menawari jajanannya, lantas Fara merespons dengan mengangkat tak acuh bahunya lalu menyantap jajanan itu sendirian dengan tangan kanan yang disibukkan untuk menggenggam sebuah kantong.

“Eh, kamu mau ke mana?!”

Bunyi decitan dari gesekkan kursi dan lantai pun menyadarkan Fara dari kegiatan menikmati makanan ringannya. Sang empu yang dipanggil tetap berjalan menghiraukan panggilan darinya.

Antusias Grace semakin berapi-api, saat teman satu bangkunya mengatakan bahwa dia secara tidak sengaja bertemu dengan Jagat; seseorang yang Grace cari dari hari kemarin. Kedua kakinya mulai menelusuri koridor sekolah, saling berpapasan dengan orang-orang yang memandang heran ke arahnya. Mungkin dirinya terlalu tergesa-gesa, sampai orang-orang saling melemparkan tatapan bingungnya.

Kedua kakinya semakin cepat berlari ketika netranya dapat menangkap jelas postur tubuh itu. Di seberang sana sedang memperlihatkan seorang lelaki yang sedang bersandar, tangannya bersedekap di dada, dengan mata yang terpejam.

“Jagat!”

Lantas, Jagat terperanjat ketika dapati Grace yang sudah berada sepuluh langkah dari tempatnya berada ditambah dengan sebuah teriakan yang memanggil namanya. Perempuan itu mulai berlari kecil ke arahnya membuat Jagat dengan refleks berdiri dan mengulas senyumnya.

“Hai.”

Tangan Jagat melambai, memberikan sapaan kepada seseorang di depannya. Bukannya membalas sapaan darinya, perempuan itu malah mengerucutkan bibirnya dan membuat dirinya heran.

“Kok malah mukul saya?!” Jagat sedikit terkejut saat perempuan itu memukul pelan lengannya. Kedua tangannya saat ini sedang asik mengelus lengannya. Meskipun pukulan tersebut tak terasa sakit, namun entah mengapa Jagat refleks memberikan reaksi tersebut.

“Kamu kok nggak bilang kalau kamu punya alergi kacang? Terus, kamu kok nggak nolak siomay yang aku kasih? Terus terus, kenapa hp kamu nggak aktif? Aku sama ayah khawatir, mau jenguk kamu tapi kata Yolan sama Aksa kamu lagi nggak mau dijenguk.” Napasnya tersengal dengan diakhiri sebuah kerucutan yang tercetak di bibir perempuan di depannya.

“Sini duduk dulu.” Jagat menggeser tubuhnya, lalu mendudukkan kembali dirinya di tempat semula. Tangan kirinya dia bawa untuk menepuk tempat di sebelahnya.

“Maunya dijawab.”

“Iya, nanti saya jawab. Duduk dulu, nggak capek emang lari-larian dari kelas ke sini?” Alis Jagat mengangkat sebelah membuat Grace yang melihatnya refleks menggelengkan kepalanya, dirinya sedikit malu seakan-akan telah tertangkap basah.

“Aku nggak lari.”

Sebuah tawa mengalun bersamaan dengan angin yang mulai menampakkan dirinya. Padahal Jagat bisa lihat sendiri bulir keringat yang mulai memunculkan dirinya di dahi perempuan itu. Namun, dia pun tak melanjutkan kata-katanya; tak mau membuat seseorang di sampingnya merasakan malu.

“Saya udah nggak apa-apa, kok. Pertanyaan pertama, karena nggak semua orang harus tau juga apa yang saya sukai dan nggak saya sukai. Pertanyaan kedua, siomay yang kamu tawarin keliatannya enak, lagi pula saya mau coba makan kacang siapa tau alergi saya nggak separah dulu.” Tangan Jagat terulur untuk merapikan sebagian helai rambut yang menghalangi pandangan Grace dan menyelipkannya di belakang telinga. “Dan untuk pertanyaan terakhir, handphone saya dirampas bunda jadi nggak bisa mainin, hehe. Maaf ya? Ini aja saya lagi nggak pegang handphone, masih disita.” Bahunya telah dia angkat, seolah berkata bahwa dia pun tidak mengetahui alasan mengapa Kartika; bunda Jagat menyita ponsel miliknya.

“Aku minta maaf, ya. Aku bener-bener nggak tau, kalau aku tau mungkin aku nggak akan nawarin kamu buat makan siomaynya.”

Kedua netra Jagat menatap lekat obsidian hitam sang empu yang sedang mengucapkan kata maafnya entah yang sudah keberapa kali. Jagat kembali menyandarkan punggungnya tanpa melepaskan pandangannya. Kedua ujung bibirnya terangkat membentuk senyuman indah bagi siapa pun yang melihatnya.

Mooi.” (Cantik.)

Grace menatap Jagat dalam, matanya menyipit tatkala telinganya tak sengaja mendengar suara yang tidak begitu jelas dari lelaki di depannya. “Iya, gimana? Boleh diulangi?”

Jagat yang menyadari bahwa gumamnya terdengar oleh perempuan di sampingnya pun langsung berdeham dan menegakkan tubuhnya.

“Bukan apa-apa, lupain aja.” Jagat menggeleng. “Jangan minta maaf lagi, ya? It’s ok, kok. Lagian berkat kejadian itu, saya bisa ngerasain kalau bumbu kacang di siomay itu memang enak. Saya jadi sedikit iri sama kamu yang bisa makan siomay sama bumbu itu setiap saat.” Ucapannya diiringi sebuah kekehan kecil agar Grace tidak merasakan perasaan bersalah yang semakin dalam.

Jagat tidak berbohong dengan ucapannya. Bumbu kacang itu sangat terasa lezat ketika disandingkan dengan siomay. Jika Jagat tidak memiliki alergi, mungkin makanan siomay akan menjadi makanan favoritnya.

Grace menghela napasnya pelan. Kepalanya menunduk untuk menatap ujung sepatunya. Seketika pandangannya tertuju pada sebuah kantong merah di sebelahnya, dia pun kembali teringat dengan tujuan utamanya untuk menemui lelaki di sampingnya.

“Jagat,” panggil Grace, membuat Jagat menolehkan wajahnya dengan alis yang terangkat. “Hm?”

“Kamu udah makan?” Gelengan dari Jagat seketika membuat senyuman terukir di bibir manis Grace.

“Suka nasi goreng?” tanya Grace. Tentu Grace tidak mau membuat kisah buruk untuk kedua kalinya, sehingga dia harus memastikannya dengan baik. Jagat mengangguk. “Suka, kok. Kenapa?”

“Ini.” Grace meraih kantong merah itu, lalu menyimpannya tepat di antara dia dengan Jagat.

“Aku bawain nasi goreng, ini sebagai permintaan maafku.” Tempat makan itu sudah dibuka sempurna oleh Grace. “Semoga kamu suka.” Grace menyerahkan sendok serta garpunya kepada Jagat. Tak lama Jagat mulai meraihnya.

“Suka, pasti suka. Makasih udah mau repot-repot buatin makanan untuk saya.”

“Sama-sama!” Antusias dari Grace buat hati Jagat menghangat. Jagat cukup bersemangat untuk segera mencicipi makanan itu. Andai jika ponselnya ada, mungkin Jagat saat ini sudah mengabadikan makanan itu dan akan memperlihatkan kepada kedua orang tuanya dengan bangga.

“Saya makan, ya?”

“Iyaa.” Grace mengangguk. “Gimana, enak nggak?” tanya Grace, penasaran dengan nasi goreng buatannya yang telah disantap oleh sang empu. Tak ada jawaban, Jagat hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan darinya.

“Kalau gitu abisin, ya! Aku mau ke kantin dulu beli minum, aku lupa bawain minum. Suka jus semangka?” Lagi-lagi Jagat mengangguk, mulutnya penuh dengan makanan yang telah dibuat Grace sehingga Jagat tak mampu untuk mengeluarkan suaranya.

Dengan perasaan riang, Grace segera meninggalkan Jagat yang masih asyik menyantap makanan buatannya.

Sedari tadi Jagat tidak berniat untuk melunturkan senyumannya. Mulutnya masih sibuk mengunyah sambil tersenyum. Jagat tidak menyesal telah mencicipi makanan kemarin jika berakhir seperti saat ini. Pun dengan pengalaman pertamanya ketika berhasil menikmati siomay dengan bumbu kacang.

“Gat!”

Teriakan itu berasalkan dari Yolan yang kini sedang berjalan menghampiri ke arahnya, diikuti oleh keempat teman lainnya; Aksara, Harri, Jaya, dan Rakha di belakang.

Anying sia makan teh nggak bagi-bagi, euy. Aing mau atuh.” Harri dengan cepat mendudukkan dirinya persis di samping Jagat. Tangannya sudah siap untuk menarik tempat makan itu, namun, Jagat dengan sigap menjauhkannya.

“Nggak boleh, ini untuk saya.”

Ih anying sia pelit pisan, nasgor ti saha emang?” (Ih lu pelit banget, nasi goreng dari siapa emang?)

“Kepo.”

Harri mendengus, bola matanya berputar malas ketika mengetahui bahwa satu temannya itu tidak memperbolehkannya untuk mencicipi. Namun, Harri tetaplah Harri. Dia akan selalu mendapatkan apa yang dia inginkan.

Saeutik asli, Ler. Sahuap we sahuap.” (Sedikit asli, Ler. Satu suap aja satu suap.) Kotak makan itu telah sukses Harri rampas, tangan kanannya mulai menyendok nasi goreng sebelum akhirnya dia santap.

Bagi Jagat sendiri, bukan karena dia pelit atau seperti hal lainnya yang dipikirkan oleh teman-temannya itu. Namun karena ….

ASIN, ANYING, ASIN. AI SIA GELO NGADAHAR NASI GORENG SAASIN IEU?! MEULI DI MANA ANYING SIA, LER?!” (ASIN, ASIN. LU GILA MAKAN NASI GORENG SEASIN INI?! BELI DI MANA LU, LER?!)

Harri menyerahkan kembali kotak makan itu pada sang empu. Keempat temannya yang sedang melihat adegan itu pun refleks tertawa dan merapalkan kata mampusnya. Sedangkan Jagat hanya bisa menghela napasnya.

“Eh, kamu kenapa Harri?” tanya Grace sesampainya di tribun lapangan sekolah.

Grace sedikit kebingungan ketika suara gaduh teriakan seseorang sudah terdengar jelas dari kejauhan membuat rasa penasaran Grace semakin besar.

“ITU ANJIR NASI GORENG SI JAGAT ASIN PISAN, MANEH LAGI MAKAN BARENG SAMA DIA BUKAN? COBA DEH COBAIN, BISI WE NASI GORENG MANEH SAMA ASINNYA KAYAK PUNYA SI JAGAT!” emosi Harri berapi-api. Rasa asinnya masih membekas dalam mulutnya dan Harri masih ingat seasin apa nasi goreng yang sedang berada di genggaman Jagat.

Jagat panik mendengar ucapan Harri yang tidak bisa dikontrol. “Nggak, kok, nggak asin.”

Asin anying! Sugan indra ngecap sia geus leungit anying!” (Asin! Indra pengecap lu kali aja udah ilang!)

Awh! Anying, ai sia kenapa nyubit aing?!” Harri melepaskan cubitan dari Jagat, lalu mengelus lengannya tepat di mana Jagat mencubitnya. Bola mata Grace melebar, dengan cepat dia segara menyimpan minuman yang telah dibelinya. Lalu, tangannya terulur untuk meraih kotak makan yang masih setia dipegang oleh Jagat.

“Ini punya saya.”

Jagat menjauhkan kotak makan itu, agar Grace tidak bisa membawanya.

“Ih, siniin! Kalau asin jangan dimakan, nanti aku buatin lagi yang nggak asin!”

Harri terdiam ketika mengetahui bahwa nasi goreng itu buatan dari seseorang yang telah dia teriaki sebelumnya. Kata-kata makian pun sudah Harri lontarkan pada dirinya sendiri. Bisa Harri lihat tatapan maut dari Jagat yang membuat bulu kuduknya mulai berdiri.

Anying, tolol si Hag!” bisik Yolan.

Aing teu ngiluan.” (Gua nggak ikutan.) Jaya melangkah mundur, membiarkan Harri ketiga orang itu menyelesaikan permasalahannya.

“Nggak, nggak asin. Harri sebelumnya abis minum pop ice makanya, pas nyobain nasi goreng disangka asin. Aslinya nggak asin kok.” Jagat berusaha menenangkan Grace, namun, sepertinya usahanya sia-sia. Karena perempuan itu bersikukuh untuk meminta kotak makannya.

“Saya lagi makan, kata bunda saya kalau makan itu harus dihabiskan. Nggak boleh disisain, Mega.”

“Kalau kamu nggak percaya, sebentar. Saya buktiin.” Jaya menolehkan wajahnya ke arah kanan dan kiri ketika Jagat menunjuk ke arahnya. Dia ingin memastikan apakah Jagat menunjuk dirinya atau tidak.

“Aing?” Jaya menunjuk dirinya sendiri. Tak lama sebuah anggukkan pun memenuhi pandangan matanya.

Anying, aing jadi bahan percobaan si goblog,” ketus Jaya. Aksara dan Yolan yang mendengar itu tak bisa menahan gelak tawanya, lantas mereka dengan terburu menutup mulutnya.

Semangat, Jay. Akting maneh kudu sing alus.” (Akting lu harus yang bagus.) Rakha menepuk punggung Jaya sebelum akhirnya temannya itu berjalan menghampiri Jagat.

Sebagai teman yang baik, mau tak mau Jaya mengiakan ucapan Jagat. Hitung-hitung balas budi karena selama ini Jagat telah banyak membantu dirinya. Satu suapan mulai masuk ke dalam mulut Jaya. Mata Jaya membentuk bulan sabit dengan senyuman yang terukir di wajahnya. “Nggak asin, aman.”

Entah senyuman itu dipaksakan atau tidak, namun, cukup membuat Grace percaya dengan raut wajah yang diperlihatkan Jaya.

Ceuk aing, ya, eta si Ajay di jero hate keur babangsatan da. Yakin aing,” (Kata gua ya, itu si Ajay di dalem hari lagi mengumpat sih. Yakin gua.) bisik Aksara pada Yolan. Yolan mengangguk setuju. Bahkan, Yolan sudah bisa mendengar umpatan dari temannya itu.

Jagat tidak sepenuhnya berbohong. Dia memang menyukai makanan yang memiliki citra rasa gurih. Jadi, untuknya hal itu bukan suatu hal yang harus dikhawatirkan. Bahkan, nasi goreng yang semula penuh kini sudah tak menyisakan satu butir nasi yang menandakan bahwa Jagat menyukai masakan itu.


Jij Bent Mooi Alternate Universe.

By NAAMER1CAN0.