PENUH DENGAN KEPALSUAN
Pawana dengan sahaja berlalu-lalang menciptakan tatanan rambutnya yang tak terikat ikut terhempas mengikuti ritme angin itu berlari. Ada rasa bergelora ingin segera ia melingkarkan kedua tangannya pada pinggang lelaki di depannya. Hanya saja ia tahu apabila mengikuti kata hatinya mereka berdua akan berada dalam masalah. Jua, tentu hal itu akan berdampak pada hubungan yang sedang mereka jalankan tanpa sepengetahuan orang-orang di depannya.
Keheningan tercipta saat kendaraan roda duanya mulai berjalan. Sepanjang perjalanan dirinya membuka rungunya sukacita untuk dipenuhi suara kendaraan, pekikan para insan, pun tawa mengudara dari orang-orang yang melaju dan mendahului kendaraannya lebih dulu.
Netranya sibuk memperhatikan tiap-tiap objek yang tak sengaja mereka lalui. Di antara semua objek yang ada, ia paling menyukai objek warna hijau dengan gagahnya berdiri seolah ia satu-satunya objek dengan mudahnya mendapatkan perhatian orang-orang. Harapannya benar, nyatanya objek itu mampu mengalihkan atensinya dari semua objek yang ada.
Pikirannya sedang asyik berlari ke sana dan kemari. Memikirkan sebuah skenario paling bahagia untuk kegiatan liburannya kali ini. Saking larut dalam pikirannya, ia tak merasakan bahwa seseorang di depannya sedang mengelus lututnya penuh kasih.
“Yang, pegel nggak?” Tak kunjung mendapatkan sebuah jawaban verbal, lantas Harri menepuk pelan kaki kiri perempuan itu yang kini sedang menghimpit tubuhnya di atas motor. “Isel?”
Mulai tersadar dari lamunannya, Fara dengan cepat mencondongkan sedikit tubuhnya agar ia dapat mendengar dengan jelas ucapan lelaki itu. “Kenapa?”
“Kamu pegel nggak, Yang?”
Fara menggeleng. Ia menjauhkan kembali tubuhnya. “Nggak kok.” Matanya ia bawa untuk menatap spion kirinya, berupaya memudahkan lelaki itu agar melihat wajahnya. “BTW, jangan nyebut Yang takut kamu keceplosan!” Fara melirik sekilas ke arah motor depan yang untungnya pengendara itu tak sedang menatap balik ke arah kendaraannya berada.
Harri menyunggingkan sebuah senyuman. Cukup kecil agar mereka yang berada di depan tak menaruh kecurigaan besar kepadanya jua kepada perempuan di belakangnya.
“Aing berasa hampa deh,” celetuk Harri secara tiba-tiba. “Hampa baru kali ini naik motor berdua tapi nggak pelukan. Aing udah kayak tukang ojek sama penumpangnya.” Ia sisipkan sebuah tawa kecil, ikut terhibur dengan ucapan yang baru saja ia loloskan dari birainya.
“Nanti aku peluk kalau udah pulang.”
Tak dipungkiri, sebuah senyuman riang tercetak jelas pada wajah sang empu secara tiba-tiba. Hebatnya hanya melalui sebuah kalimat itu, perutnya kini seperti sedang terdapat hewan yang beterbangan.
Fara mengalihkan wajahnya sekilas akibat terlalu malu dengan ucapannya itu. Namun sesaat kemudian jemari lentiknya sudah penuhi punggung sang kekasih dengan menggambar asal sebab rasa bosan tiba-tiba menghantuinya.
“Batu.”
“Hah?”
“Itu maneh gambar batu, kan?” timpal Harri, mengernyitkan dahinya seperti berusaha menebak sebuah gambar tak beraturan pada punggungnya
“Salah! Coba tebak kalau ini apa?” Jari telunjuk Fara mulai bergerak, menggambar sebuah objek yang sedari tadi telah memenuhi isi pikirannya. Kepalanya sedikit ia miringkan agar dapat melihat wajah sang kekasih dengan jelas dari arah sampingnya.
“Keluarga.”
Harri berusaha membagi fokusnya untuk menimpali kegiatan sang kekasih, pun dengan jalanan di depannya.
Fara melotot. Kepalanya bergerak ke arah kanan dan kiri dengan cepat. “Bukan! Kenapa juga keluarga?!” tanyanya sedikit emosi karena lelaki itu tak bisa menjawab hasil gambarnya dengan benar.
“Keluarga cemara ai maneh! Alias pohon! maneh tadi gambar pohon.”
“Hah? Kok bisa dari keluarga cemara ke pohon?” Fara menukik alisnya, bingung dengan jawaban Harri yang tak bisa ia cerna sendirian.
Harri menghela napasnya sebelum emosinya mulai ia tumpahkan. “Kampungan ih maneh! Itu teh film ai kamu, Yang!” Harri menggeleng, tak percaya karena kekasihnya itu tak mengetahui sebuah serial film yang sempat pernah booming.
Fara terdiam dan memperlihatkan deretan giginya. “Tebak lagi, ini harus bener jawabnya jangan pake perumpamaan tadi, ah!”
“Mangga, geulis. Sok atuh enggal.”
Iya, cantik. Boleh cepet.
Fara kembali membawa jemarinya yang sibuk menari riang di atas punggung sang kekasih terbalutkan jaket hitamnya. Tebalnya jaket hitam tersebut seakan tak menghalangi Harri dalam menjawab semua hasil gambar perempuan yan dicintainya, walaupun sebenarnya Harri sendiri tak bisa merasakan hasil gambar tersebut dengan jelas.
Harri mengernyitkan dahinya. Matanya sibuk mencari keberadaan teman-temannya yang kini sudah lenyap dalam pandangannya. “Ke mana yang lainnya?” tanya Harri, dirinya berjalan menghampiri salah satu meja dan duduk tepat di sebelah Fara yang sedang asyik bermain ponselnya.
Fara melirik sekilas. Sesaat kemudian tatapannya kembali ia fokuskan pada benda persegi dalam genggamannya. “Ke bawah semua, mau jalan-jalan katanya.”
“Maneh kenapa nggak ikut?” Harri meraih gelas minumannya, lalu meneguk secara perlahan.
Harri mendengkus melihat jawaban dari sang kekasih hanya dibalas sebuah gelengan tanpa menyuarakan secara lisan. “Games terus!” Bibir Harri mencebik. Wajahnya memberengut seperti sedang berupaya menarik atensi perempuan di sampingnya.
“Yang, ih!” Harri kesal, lantaran pertanyaannya tak digubris. Akhirnya dengan terpaksa Harri membawa kepalanya untuk ia istirahatkan pada bahu sang kekasih lengkap dengan tangannya yang melingkari pinggang gadis itu.
“Nyesel aing nyuruh Kaila dulu ngajakin maneh buat main games itu.” Mulutnya tak henti mengucapkan runtutan kalimat meskipun orang di samping tak memedulikannya. Harri mendengkus dengan bola mata yang memutar.
“YAAAANG!” frustasi Harri karena Fara tak mengubris semua ucapannya.
“Kamu diem, ih! Aku lagi fokus main games!”
Derap suara langkah membuat aktivitas lelaki itu spontan melepaskan pelukannya. “Permisi, Mba. Pesanannya.” Awalnya Harri kebingungan melihat berbagai makanan di depannya, namun akhirnya ia tersenyum dan mengucapkan kata terima kasih kepada pelayan tersebut.
“Yang, anjir! Maneh asli mau makan sebanyak ini?!” Harri melongo, masih menatapnya dengan tak percaya.
Fara mengangguk dengan riang. “Yang, suapin! Sekali-kali aku juga mau disuapin. Aku lagi main games!” Fara menggoyangkan kecil ponsel dalam genggamannya. Ia hanya menggoyangkan sekilas sebab tak mau kalah dari permainan yang sedang dimainkannya.
Harri menghela napasnya. Seakan ucapan yang keluar dari birai kekasihnya mutlak dan tak bisa ia sanggah, saat ini Harri sudah mengangkat satu piring nasi goreng yang masih mengepulkan asapnya. Harri mengaduk-aduk nasi goreng itu agar rasa panasnya akan berangsur hilang.
Harri menyendokkan nasi goreng dan ia tiup perlahan agar kekasihnya tak merasa terganggu dengan rasa panasnya nanti. “A, Yang.” Harri membawa satu suapan ke depan mulut yang kekasih. Tanpa sebuah lirikan dan masih dengan tangannya yang bergerak lihai, Fara pun langsung menyantapnya.
“Panas nggak?”
Fara menggeleng. Mulutnya mengunyah dengan cepat. Setelah dirasa dalam mulutnya kian kosong, Fara kembali membuka mulutnya seolah memberi isyarat agar lelaki itu cepat-cepat menyuapinya kembali.
Harri dengan telaten menyuapi sang kekasih yang masih setia memainkan games online-nya. Matanya sedari tadi sibuk menatap sekitar lalu beralih menatap perempuan di sebelahnya. Ia hanya berjaga-jaga agar temannya itu tak secara tiba-tiba mendatanginya. Ponselnya pun sedang menampilkan sebuah lokasi teman-temannya bergerak. Ia memantau pergerakan itu melalui benda persegi yang ia simpan di atas meja. Terkadang ia bangga dengan kecerdasan yang dimilikinya, jua bangga mempunyai teman seperi Jaya yang mudah untuk mengiakan segala permintaannya.
Suasana sunyi dari keramaian ditemani alunan musik menenangkan membuat Harri hampir terlelap dan terhenyak jika saja sebuah bahu tak langsung disodorkan seseorang di sampingnya. “Sini bobo,” ucap Fara sembari menyimpan kepala kekasihnya untuk bersandar di bahunya.
Harri yang diperlakukan seperti itu tentu tak menolak. Matanya kini telah terpejam tatkala sebuah tepukan pelan dengan irama konstan ia rasakan pada pipi kirinya. Tangan kanannya sibuk menggenggam tangan kiri sang kekasih, seakan ia tak mengizinkan perempuan itu untuk pergi darinya.
Fara yang tidak melakukan aktivitas apapun mulai memainkan jari-jemari kekasihnya. Telunjuknya bergerak mengikuti garis-garis urat yang menghiasi kulit sawo matang lelaki itu. Netranya beralih pada kulit tangannya. Ia sedang membandingkan lengannya dengan lengan Harri.
Tiba-tiba suara hiruk-pikuk dari orang-orang yang sedang bercengkerama disertai derap langkah makin terdengar dekat. Fara memicingkan matanya, jua kedua rungunya yang ia buka secara lebar-lebar. Netranya membulat sempurna kala suara tak asing itu terdengar dengan jelas.
Harri terlonjak dari kegiatan tidurnya saat tubuhnya digoyangkan secara brutal oleh perempuan di sampingnya. Lantas, masih dengan kesadaran yang minim Harri mulai membuka matanya. Ia menoleh ke samping dengan wajahnya telah dipenuhi tanda tanya.
“YANG! MEREKA DATENG!” panik Fara, menggeser sedikit badannya agar menjauhi kekasihnya yang masih berusaha mengumpulkan nyawanya pasca kegiatan tidurnya. Fara meraih satu gelas minuman dan meminumnya untuk menetralisir rasa keterkejutan yang tercetak jelas pada mimik wajahnya.
“IH KENAPA DEKET-DEKET AING ANJIR! SANA IH!” Fara mendorong tubuh Harri penuh tenaga. Harri yang tak ada persiapan pun sukses terhuyung, untung saja ia tak langsung jatuh ke lantai.
Awalnya Harri bingung dan akan melayangkan sebuah kata ketusannya, namun ujung matanya malah tak sengaja menangkap kedatangan teman-temannya dari arah Barat. “ANJIR! AING DULUAN DI SINI! MANEH YANG KE SANA!” timpal Harri tak terima dirinya harus berpindah tempat. Bak aktor dan aktris hebat, mereka berdua sedang memainkan sebuah peran yang begitu terlihat nyata.
Kesepuluh orang yang baru saja datang pun saling melemparkan tatapan bingungnya melihat kedua insan di depannya sedang berdebat. “Lu berdua ribut mulu, jodoh tau rasa!” sahut Hartigan sembari mendudukan dirinya di salah satu bangku dekat Harri. Tangannya langsung menyambar kentang goreng yang sudah dingin dan langsung memasukkannya ke dalam mulut.
“AMIT-AMIT!” ucap keduanya dengan kompak. Tangan Harri bersedekap di dada, sedang Fara membuang mukanya dengan pipinya yang menggembung—menahan kesal.
Di antara semua orang yang ada, hanya terdapat dua orang yang sedang menahan tawanya. Ia adalah Jagat dan Jaya yang kini saling memandang satu sama lain dan menggelengkan kepalanya. Cukup lelah melihat sandiwara yang tak ada ujungnya itu.
“WEI SUHARTI!” Fara menunjuk piring di depan lelaki itu, lalu beralih menunjuk sang empu. “ITU KENTANG GORENG AING YANG LAGI MANEH MAKAN!” ketus Fara melihat kentang goreng miliknya dilahap begitu saja oleh seseorang di sana.
Aduh anying padahal aing udah bilang jangan sebut Suharti, Yang! batin Harri, menatap cemas kedua orang di samping kanan dan kirinya secara bergantian.
Tak terima dirinya disebut seperti itu, Hartigan merampas paksa minuman yang sedang diteguk oleh Rakha. Ia menulikan telinganya kala lelaki itu sudah menyumpahinya dengan beberapa umpatan. “MINTA! GUA MINTA! LAGIAN PELIT BANGET LU!” timpal Hartigan, setelah semua kentang goreng berada dalam mulutnya sudah turun ke alat pencernaannya. “LAGIAN SUHARTI SIAPE! LU SAMA SI DAY MAKIN KELIATAN JODOHNYA DAH, SAMA-SAMA MANGGIL SUHARTI. JADIAN DAH SONO!”
Harri menggaruk pelipisnya tatkala telinga kirinya dipenuhi celotehan dari Fara, sedangkan telinga kanannya dipenuhi celotehan dari Hartigan. Ia pun dengan sigap langsung berdiri dan menyeret Hartigan untuk segera pergi agar tidak melanjutkan perdebatan itu.
“EMANG BERISIK BANGET ITU CEWEK! MENDING KITA MABAR, TI!” ucap Harri, tangannya asyik merangkul pundak temannya itu. Meskipun keduanya kerap bertengkar tak tahu waktu dan tempat, namun untuk sekadar bermain games online mereka berdua akan akur dan tak terlihat seperti seorang musuh.
“Aneh banget, bukannya si Teteh itu sama si Aa itu tadi teh masih mesra-mesraan, ya?” tanya salah satu pelayan yang sedari tadi asyik menonton sebuah pertunjukan gratis di depannya. Salah satu orang di sampingnya menganggukkan kepalanya, mengiakan ucapan yang dilontarkan perempuan itu.
Kolase Asmara Universe.
by NAAMER1CAN0