PERTAMA KALINYA


Jika dapat dideskripsikan, mungkin gerbang rumah Grace telah berhasil menjadi saksi bisu mereka berdua yang terlampau sering menjemput dan mengantar sang pemilik rumah. Langit yang tadinya cerah pun kian menggelap. Tanpa ditunggu pun langit tersebut sudah dapat dipastikan akan mengalirkan bulir-bulir hujan.

Saya duluan, ya.

Iya, terima kasih, Jagat.

Entah mengapa saat berhadapan dengan Grace seperti memiliki daya magnet pada kedua ujung bibirnya untuk selalu ditarik melengkung. Iya, benar. Jagat lagi-lagi hanya membalas dengan sebuah senyumannya.

Baru saja dia akan menarik pedal gasnya, namun tiba-tiba sebuah teriakan pun mengalihkan atensinya. Bukan hanya mengalihkan perhatian Jagat, juga mengalihkan perhatian perempuan yang masih setia berdiri sambil menatap ke arahnya.

BANG KBBI!

Panggilan itu tidak asing di telinga Grace. Ah. Jadi sebutan KBBI yang sempat Grace lihat di postingan media sosial adiknya itu untuk panggilan lelaki yang kini sedang memandang adiknya dengan tatapan penuh tanya.

Eh, Nio.” Hendak bangkit dari motornya, pun segera dia urungkan saat melihat yang lebih muda kini telah menghampirinya terlebih dahulu.

Bang, ayo masuk dulu. Soalnya mau hujan, kita main games sama Nio di dalem.

Jagat tentunya tidak akan menolak ajakan itu, bahkan dirinya pun dengan suka rela akan langsung menerima ajakan itu. Tetapi dia hanya bisa memandang ke dalam rumah itu dengan tatapan yang memancarkan sebuah raut kekhawatiran. Junior yang bisa menangkap raut wajahnya pun langsung terkekeh.

Bunda sama Ayah lagi nggak di rumah, mereka lagi ke Yogyakarta. Kalau nggak salah pulangnya lusa, di dalem cuman ada kita berdua sama pekerja rumah.

Junior berjalan lebih dulu meninggalkan Jagat dan Grace yang diam tak bergeming di tempatnya. Padahal Junior sudah membantu membuka gerbang rumahnya agar kendaraan yang lebih tua bisa dimasukkan ke dalam rumahnya.

Bang, ayo.

Grace merasa terheran saat melihat Jagat bukannya bergegas masuk, melainkan menatap dirinya dengan raut yang sulit untuk Grace artikan. “Kenapa?

Boleh?” Kedua alis Grace bertaut seiring dengan ucapan itu yang memenuhi gendang telinganya.

Boleh apa?

Masuk?

Tentu Jagat sendiri perlu perizinan dari pemilik rumah, terlebih dari Grace yang memiliki peran lebih penting di dalam rumah tersebut.

Ah, kirain apa. Boleh, masuk aja.” Grace menggeser sedikit badannya agar Jagat bisa memasukkan kendaraannya dengan leluasa, karena kendaraan itu cukup besar dibandingkan dengan kendaraan roda dua miliknya yang terbilang lebih kecil.

Permisi, ya. Kalau gitu maaf, saya duluan masuknya,” ucap Jagat, melintasi Grace yang masih setia berdiri di posisi terbarunya.

Grace menggelengkan kepalanya saat melihat bahwa Jagat tidak mengendarai kendaraannya, melainkan mendorong dengan kedua tangannya.

Nggak habis pikir batin Grace sebelum akhirnya dia mengekori Jagat dari belakang dan menutup gerbangnya, karena sang adik sudah lebih dulu meninggalkannya.


Abang mau minum apa? Biar Nio ambilin.

Apa aja boleh, kok, Nio.

Jus wortel? Jus bayam? atau Jus labu?

Jagat menelan ludahnya dengan terpaksa tatkala mendengar sebuah menu yang diucapkan oleh yang lebih muda. Sejujurnya Jagat tidak terbiasa mengkonsumsi jus sayuran. Bukannya dia tak suka sayuran, hanya saja dia lebih menyukai jus yang berbahan dasarkan dari buah-buahan apabila dibandingkan dengan sayuran.

Adek, ih, jangan bercanda!” timpal Grace, matanya melotot menatap kejahilan dari adiknya.

Hehe, bercanda, Abang. Mau coklat panas atau susu strawberry aja?” tanya Junior.

Jagat terdiam sejenak sambil memikirkan sebuah minuman yang akan diminumnya. Saat hendak mulutnya akan mengeluarkan satu patah kata namun secara tiba-tiba telah disanggah terlebih dahulu oleh lelaki di depannya.

Ah, lama. Strawberry aja, ya.

Ingin melontarkan sebuah protesan, akan tetapi Jagat terlalu enggan karena masih ada Grace di ruangan tersebut.

Coklat aja, Dek. Dia nggak suka strawberry.” Junior membalikkan kembali tubuhnya dan menatap Jagat yang terduduk manis di atas sofa yang empuk itu.

Emang, iya, Bang? Abang nggak suka strawberry?” tanya Junior penasaran.

Jagat menggelengkan kepalanya. “Enggak, kok. Saya suka-suka, aja.” Senyuman pun tercipta di wajahnya setelah menyelesaikan kalimat itu.

Oh, ya udah. Kalau gitu strawberry aja, ya, Bang?” tawar Junior kembali.

Jagat ingin merutuki dirinya sendiri dengan ucapan yang terlalu gegabah itu. “Nggak apa-apa, coklat aja kalau gitu, Nio.” Jagat terkekeh pelan.

Yeu, kalau itu, sih, Abang beneran nggak suka!” Jagat tidak menjawab, melainkan membalas perkataan Junior dengan memperihatkan sederetan gigi putihnya.

Kakak mau, nggak?” Gelengan pun Junior dapatkan dari seseorang yang masih berdiri di depan pintu rumahnya. “Nggak, Kakak mau ke atas.

Aku duluan ke atas, ya, Jagat,” pamit Grace.

Iya, Meg.

Setelah itu Jagat ditinggalkan seorang diri di dalam ruangan yang cukup besar, meskipun tidak sebesar ruangan yang berada di rumahnya. Matanya melirik ke setiap sudut ruangan untuk mencari sebuah informasi baru untuknya, karena menurutnya kesempatan ini tidak akan datang untuk kedua kali dengan mudahnya. Untung saja ada adik kelasnya yang membantu, sehingga Jagat bisa menginjakkan kakinya di rumah orang yang dia kagumi.

Itu foto masa kecilnya dia, Bang.

Jagat menolehkan wajahnya pada seseorang yang baru saja menyimpan minuman ke atas meja di depannya.

Lucu.” Jagat bergumam, namun tak siapa sangka bahwa ucapannya masih dapat di dengar oleh seseorang yang baru saja datang menghampirinya lengkap dengan dua buah gelas di kedua tangannya.

Junior mengangguk menyetujui ucapan dari kakak kelasnya. “Iya, kakak emang lucu. Diminum, Bang.

Saya minum, ya, Nio. Terima kasih.” Jagat meraih sebuah gelas di depannya, lalu meniupnya perlahan sebelum akhirnya dia teguk dan di letakkan kembali di tempat asalnya.

Kemajuan udah sampai mana, Bang?” penasaran Junior. Tangan kanannya sibuk untuk menyalakan sebuah permainan konsol di layar persegi panjang di hadapannya. Lalu tak lama menyerahkan satu buah stik PS pada lelaki di sebelahnya.

Jagat meraih sebuah stik PS yang diberikan oleh Junior. “Belum, masih di situ-situ aja. Tapi, saya udah mau mulai bergerak, sih.

Matanya masih setia menatap lekat sebuah televisi di depannya. “Yang ini aja games-nya,” ucap Jagat, karena terlalu pusing sedari tadi Junior hanya memindah-mindahkan tanpa berniatan untuk memilih salah satu permainan yang akan dimainkan.

Oke, Nio tim Madrid, ya, Bang.

Boleh, saya Liverpool kalau begitu.

Mereka berdua mulai memilih tim kebanggannya masing-masing. Saat ini mereka sedang bermain games PES 2022. Jagat memang bukan tipikal anak yang gemar bermain games pada sebuah konsol seperti ini. Jagat lebih menyukai sebuah permainan yang mengasah otaknya ataupun mengasah kemampuannya seperti halnya bermain catur atau bermain olahraga.

Kalau kalah harus ngikutin yang menang, ya?” Junior berucap dengan menaikkan kedua alisnya seolah-olah sedang membuat taruhan antar keduanya.

Sebelum bermain pun Jagat sendiri sudah memiliki perasaan bahwa dirinya akan kalah dari adik kelasnya itu. Namun bukan Jagat namanya jika harus mengalah begitu saja.

Keduanya telah sepakat untuk membuat taruhan apabila di antara mereka ada yang menang. Jagat belum tahu saja, Junior saat ini sedang tersenyum dengan bangga. Junior berharap bahwa kali ini dia akan menang agar bisa melancarkan aksinya itu.

Gelak tawa menggelegar pada setiap penjuru ruangan yang mereka tempati. Junior tertawa sangat puas karena bisa melihat untuk pertama kalinya kakak kelasnya kalah oleh dirinya.

Kalah, Abang, kalah!” ejek Junior, tak lupa jempol kirinya dia bawa untuk melawan gravitasi.

Nio, yakin dare-nya itu?” Junior mengangguk dengan semangat. Sudah lama dia menantikan sebuah momen ini.

Jagat menghembuskan napasnya dengan kasar. Dia mulai bangkit dari tempat duduknya lalu bergegas untuk menuju keluar ruangan dan mulai meraih ponselnya.

Junior yang hanya melihat punggung itu pun berdiam diri dan menajamkan indra pendengarannya. Senyum Junior semakin melebar saat melihat sebuah anggukkan yang diberikan lelaki itu.

Gimana? Mau, Bang?

Lagi-lagi Jagat mengangguk. “Mau.” Jagat kembali mendudukkan dirinya di sebelah yang lebih muda, lalu menyimpan ponselnya secara sembarang di atas meja. Tangan kanannya mulai meraih gelas yang sempat dinikmatinya beberapa saat lalu, dan kembali meneguk tanpa menyisakan satu tetes minumannya.

Bang, pindah ke kamar Nio aja, kita buat strategi sambil nunggu mereka dateng.

Junior mulai bangkit dari kegiatan duduknya, ruangan itu sudah kembali bersih seperti sebelumnya. Jagat mengekori Junior dari belakang. Selama di perjalanan menuju kamar adik kelasnya itu, Jagat dibuat takjub oleh beberapa lukisan yang terpampang jelas di setiap dinding yang dia lewati.

Ini kakak kamu yang lukis semua, Nio?

Iya, kakak yang lukis. Ada beberapa juga lukisan buatan bunda,” sahut Junior tanpa menghentikan langkahnya untuk sekadar menatap pada yang lebih tua.

Kamu bisa main piano?” tanya Jagat kembali. Entah mengapa setiap objek yang dipandangnya membuat rasa penasaran yang secara tiba-tiba muncul begitu saja pada dirinya.

Di sini yang bisa main piano cuman ayah aja.

Jagat mengangguk-anggukkan kepalanya saat mendengar jawaban itu. “Setidaknya ada kesamaan sama diri saya kalau gitu,” gumam Jagat.

Kenapa, Bang?” Junior membalikkan tubuhnya ketika kedua telinganya samar-samar mendengar sebuah ucapan yang sangat tidak jelas bagi dirinya.

Nggak,” Jagat menggeleng. “Kamu salah denger kayaknya.

Junior membuka pintu kamarnya dan mempersilakan lelaki yang sedikit lebih tinggi beberapa sentimeter untuk lebih dulu masuk. Jagat pun mulai memasukki kamar dengan warna nuansa biru langit itu. Matanya begitu segar saat disandingkan dengan warna yang terlihat baru di matanya, karena selama ini Jagat hanya memandangi kamarnya yang bernuansakan warna gelap.

Suara hujan yang sebelumnya deras pun kini kian mereda. Setelah itu, suara gemuruh hujan kini digantikan oleh gemuruh kendaraan roda dua yang sudah memberikan sebuah bunyi klakson sebagai tanda kehadiran mereka.

Here we go, let's begin.


Jij Bent Mooi Alternate Universe.

by NAAMER1CAN0