— Waktu bukan menjadi alasan seseorang untuk bertahan.

tw // cheating , angst


listen this; https://open.spotify.com/track/6lAaHnbzcBc19SuF59V2Z2?si=RCDvuzW3SoegvDLlKQI_kQ


Udah nunggu lama?” tanya Azalea. Ia segera menghampiri pria yang telah menunggunya beberapa saat yang lalu, “maaf ya aku lama, abisnya kamu kecepetan datengnya sih!” ujarnya sambil memanyunkan bibirnya.

Pria itu tertawa gemas, matanya menghilang, pun lesun pipinya tak ingin kalah untuk melenyap. “Enggak kok, mau jalan sekarang?” tanya Jevian sambil mengelus surai panjang perempuan yang telah bersamanya selama 3 tahun terakhir ini.

Azalea pun hanya menganggukan kepalanya sebagai jawaban bahwa mereka sudah bisa berangkat.

Jevian berlari ke arah pintu seberang untuk membantu membukakan pintu mobilnya.

Makasih, padahal aku bukain sendiri juga gapapa tau.” Azalea berucap sambil merengut.

Emang aku yang inisiatif sendiri kok,” jawabnya sambil terkekeh pelan.


Alunan musik kesukaan mereka pun telah menggema di segala penjuru mobilnya. Entah mengapa hari ini Jevian— pacarnya terlihat sangat tampan, maksudnya dari dulu dia sudah tampan, hanya saja hari ini ketampanan itu semakin berlipat ganda. Seketika hatinya terasa sesak saat ia memikirkan apa yang akan dilakukannya nanti.

Just like her mother your beautiful soul, just like another …,

Just like the desert flowers bloom, your love for me never fades too soon, i,ve got you in my arms, my arms, my arms,

Jevian bernyanyi dengan pelan. Lesun pipinya tak mau hilang dari pipinya, seakan mereka berdua telah satu kesatuan. Azalea hanya tersenyum kecil melihat pemandangan itu, tangannya terjulur untuk meraih genggaman pacarnya.

Sedikit tersontak dengan tingkah laku pacarnya yang secara tiba-tiba, namun Jevian tetap merespon dengan senyuman dan mengenggam tangan itu dengan erat seakan bahwa genggaman itu tak akan bisa diraih kembali di hari esok.

Come to you tonight so you won’t be alone, wake up i’m next to you love, next to you.

No, i won’t leave you. ‘Cause you’re precious to me, precious to me.

Azalea tersenyum saat mendengar lirik dari alunan musik kesukan mereka. Senyuman itu senyuman yang tak pernah ia perlihatkan sebelumnya, entah senyuman kebahagiaan ataupun kebalikannya.

Sepanjang jalan, Azalea terus menatap pacarnya tanpa henti. Genggaman itu kian mengerat bahkan tak ingin untuk melepaskannya sedetik pun. Jevian yang merasa tangannya semakin digenggam makin erat pun langsung tersenyum dan mengecup punggung tangan Azalea dengan penuh kasih.


Ada yang salah ya?” tanya Jevian. Mereka berdua telah sampai di depan rumah Azalea. Hampir delapan jam mereka telah menikmati waktunya berdua, delapan jam yang berharga, baginya.

Azalea menggeleng pelan, “enggak, kok.

Alis Jevian terangkat saat mendengar jawaban yang menurutnya belum bisa ia percayai. “Kok liatin terus?” tanyanya.

Mau aja, hari ini kamu keliatan lebih ganteng. Sayang aja kalo nggak ditatap.

Telinga Jevian mulai memerah saat mendengar jawaban yang menurutnya sedikit membuat kedua pipinya memanas. “Kamu juga cantik.

Nggak mau turun?” lanjut Jevian saat melihat wanita di sampingnya tak ada niatan ingin beranjak dari kursi penumpangnya.

Mau di sini dulu, boleh? Mau berdua sama kamu.” Jevian mengangguk setelah mendengar jawaban itu.

Boleh, boleh.” Jevian meraih tangan kecil itu lalu ia usap dengan perlahan.

Sepuluh menit telah berlalu, keduanya masih terdiam di dalam mobil. Tak ada pembicaraan yang dibuka dan tak ada kegiatan yang dilakukannya. Selama sepuluh menit itu Azalea masih setia menatap kedua manik, pacarnya.

Tes.

Tes.

Cairan bening kini keluar dari kedua bola mata indahnya. Jevian yang melihat itu pun terkejut.

Hey, hey kenapa?

Seakan bisu, Azalea tidak tertarik untuk menjawab pertanyaan itu. Matanya masih asik untuk menatap bola mata pacarnya. Semakin terbuai, air mata itu semakin mengalir dengan deras.

Maaf, selama tiga tahun ini aku masih banyak kurangnya,” ucap Azalea secara tiba-tiba di tengah isakkan tangisnya.

Maaf, kalo selama ini aku sering buat kamu susah-,

-sayang, hey. Enggak, kamu udah jadi sosok perempuan yang sempurna,

Azalea mendecih pelan. “Kalo aku sempurna, mana mungkin kamu bakalan singgah di hati orang lain.

Aku udah tau semuanya, Jevian. Maaf, kalo selama tiga tahun ini aku sering nggak ngertiin kamu. Maaf kalo selama tiga tahun ini kamu merasa kalo kamu nggak punya rumah, maaf kalo selama tiga tahun ini pelukkan aku bukan jadi tempat ternyaman kamu untuk melepas lelah.

Jevian terdiam mendengar itu. Tangannya terjulur untuk meraih sepasang tangan lainnya yang selalu membuat dirinya merasa tenang. Namun untuk pertama kalinya, uluran tangan itu ia tolak. Hatinya bak dilempar oleh beribu-ribu batu; sesak; sakit yang ia rasakan setelah menerima perlakuan tersebut.

Sakit, rasanya sakit. Ternyata selama apapun hubungan nggak menjamin seseorang akan setia, ya? Seerat genggaman pun masih bisa lepas,

Jevian, makasih udah jadi sosok yang sangat berarti dihidup aku. Aku nggak akan marah, aku cuman ... marah sama diri sendiri karena nggak bisa sempurna, aku kecewa sama diri sendiri karena nggak bisa bikin kamu untuk selalu ada di sisi aku,

Jevian, semoga wanita itu jadi wanita terakhir kamu, ya? Jangan pernah kamu lakuin hal yang sama, jangan buat dia sedih,

Aku-

Jevian, dia orangnya sangat cantik ya? atau bahkan kata bidadari cocok dengannya?” potong Azalea.

Jevian menggeleng secara cepat, “Azalea, aku minta maaf-

Azalea menyimpan telunjuk di depan bibir pacar- calon mantan pacarnya. “Bukan kamu yang salah, terkadang kita memang harus bisa milih mana orang yang tepat dan bukan. Sepertinya, aku termasuk ke orang bukan tepat, ya?” tanya Azalea dengan tawaannya.

Makasih banyak udah ngajarin aku apa itu arti kata cinta, selama tiga tahun ini aku bener-bener menjadi sosok wanita yang beruntung bisa disandingkan sama kamu. Walau pada akhirnya tujuan kita bukan ke tempat yang sama,

Jevian, terima kasih banyak, ya? aku pamit, terima kasih banyak untuk segalanya. Semua yang telah kamu berikan begitu indah.

Azalea bergegas memutuskan pandangan itu, ia pun segera beranjak dari kursi penumpangnya namun terhenti oleh tarikkan sebuah tangan.

Azalea,” panggil Jevian dengan raut yang susah untuk diartikan.

Azalea pun menolehkan kepalanya kepada kursi sampingnya, “Iya?

Boleh peluk untuk yang terakhir kalinya?

Azalea mengangguk dalam senyumannya, ia pun segera memeluk mantan pacarnya yang baru resmi beberapa menit yang lalu.

Jevian memejamkan matanya. Jujur hatinya sudah merasakan pilu yang membisu, air matanya kini mulai menetes seiring dengan pelukkan yang kian mengerat.

Azalea maaf, maaf karena aku pernah singgah di hati lain. Maaf .... Egois rasanya saat kamu berjuang sendirian untuk mempertahankan hubungan ini, tapi aku malah singgah dibukan tempatnya. Azalea, aku harap kamu bisa dapetin lelaki yang jauh lebih baik dari aku, aku harap kamu bisa bahagia terus. Azalea, i love you.” Tangis Jevian semakin mengeras setelah menyelesaikan kalimatnya.

I loved you too, Jevian.” Azalea membalas perkataan itu seiringan dengan pelukan yang ia lepas. “Terima kasih, ya? Aku pamit.

Pintu itu pun sudah tertutup rapih, kini hanya ada dirinya- Jevian seorang diri di dalam mobilnya. Hatinya semakin pilu setelah menyadari bahwa terdapat wangi mantan pacarnya- Azalea yang tertinggal.

Saking sakit dan kecewanya, kini ia- Azalea tidak bisa mengeluarkan kembali air matanya. Ia menangis dalam diam. Ia menyesal telah mengatakan perpisahan, namun ia akan lebih menyesal bila tetap memaksakan dalam hubungan yang sudah tak sehat, bahkan hubungan yang sudah tak ada rasa kepercayaannya.

Untuk apa ia memaksakan genggaman seseorang bila hati dia bukan untuk dirinya? Egois. Hubungan lama pun tak menjamin ia akan selalu berada di sisinya, bila sudah waktunya untuk pisah, mengapa harus dipaksakan? Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, dan ia sudah merasakannya itu sendiri. Siap tak siap pun harus selalu siap, karena hidup ini bukan hanya ada dia dan dirinya.

Jevian, terima kasih.


Sirna.

by NAAMER1CAN0